Kamis, 21 Januari 2016

Contoh Resensi Novel - Hafalan Shalat Delisa



Misteri Dibalik Hafalan Shalat Delisa
Judul buku                  : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang                   : Tere Liye
Penerbit                       : Republika Penerbit
Tahun terbit                 : 2005
Jumlah Halaman          : 270
Ukuran buku               : 20,5 x 13,5 cm
Nomor ISBN              : 978979321060-5

            Tere Liye salah seorang penulis berbahasa Indonesia. Lahir pada tanggal 23 Mei 1979 dan sudah menulis 14 novel. Seperti Kisah Sang Penandai, Ayahku (Bukan) Pembohong, ELIANA (Serial Anak2 Mamak), Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin, PUKAT (Serial Anak2 Mamak), BURLIAN (Serial Anak Mamak), Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Bidadari-bidadari Surga, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Senja Bersama Rosie, Mimpi-mimpi si Patah Hati, Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur, The Gogons Series 1. Tere-liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa “Hidup ini Sederhana” melalui tulisannya.
Novel Hafalan Shalat Delisa ini ditulis oleh Darwis atau lebih dikenal Tere Liye (dari bahasa India; artinya ‘untukmu’). Novel sederhana ini bercerita tentang dunia kanak-kanak dengan pilihan kalimat simpel yang ceritanya jauh dari glamour novel percintaan yang sedang laris manis di toko buku saat ini (bahkan difilmkan dan sebagainya) ternyata menarik banyak pembaca. Sejauh ini sudah cetakan ke-12. Sungguh mungkin karena Allah sayang dengan ‘Delisa’, sehingga dengan keterbatasannya novel ini bisa dikenal luas.
Novel ini menceritakan Delisa seorang gadis berumur 6 tahun yang tinggal di Lhok-Nga Aceh bersama Ummi Salamah, Kak Alisa Fatimah, Kak Alisa Zahra dan Kak Alisa Aisyah. Sedangkan Abi Usman jarang berada dirumah karena sedang merantau di tanker perusahaan minyak internasional. Dia pulang tiga bulan sekali. Alisa Fatimah berumur 16 tahun yang rajin dan penurut. Alisa Aisyah dan Alisa Zahra adalah anak kembar yang berumur 12 tahun. Meskipun kembar, mereka berbeda bagai bumi dan langit. Aisyah orangnya jahil sedangkan Zahra orangnya kalem bin pendiam. Alisa Delisa baru berumur 6 tahun. Dia itu anak yang aktif, bandel, penurut, pemerhati.
Keluarga kecil  tersebut hidup dengan sangat bahagia dan harmonis. Setiap pagi, Ummi Salamah selalu membangunkan malaikat kecilnya untuk shalat subuh berjamaah. Kak Zahra dan Kak Fatimah yang biasanya membangunkan Delisa untuk shalat, karena Delisa sangat sulit bangun pagi.
Setiap shalat berjamaah, Ummi Salamah selalu menjadi imam dan Kak Aisyah selalu mendapatkan tugas untuk membaca bacaan shalat dengan keras agar Delisa dapat mengikuti bacaan shalat tersebut. Pagi hari setelah matahari terbit dengan cantiknya di Lhok-Ngah, Aceh,  Ummi Salamah berjanji memberikan kalung apabila Delisa berhasil menghafal bacaan shalat dengan khusyu seperti yang dilakukan Ummi ke kakak-kakak Delisa dahulu. Kalung yang sungguh tanpa disadari Delisa, akan membawanya ke semua lingkaran mengaharukan cerita ini. Di satu sisi, Abi Usman juga menjanjikan sepeda untuk Delisa.
            Delisa mendapat tugas menghafal bacaan shalat dari Bu Guru Nur. Selain bersekolah di Ibtidaiyah Negeri 1 Lhok Nga, kegiatan lain yang dilakukan Delisa adalah belajar mengaji dengan Ustadz Rahman. Ustadz yang mengajarinya tentang makna kehidupan. Delisa setiap hari menghafalkan bacaan shalatnya tetapi dia kesulitan menghafalnya. Ia pun sering curhat dengan kakaknya, Aisyah. Padahal mereka berdua sering sekali berantem. Aisyah pun mempunyai ide untuk membuatkan ‘jembatan keledai’ untuk adiknya agar tidak kesulitan menghafalnya lagi. Seiring berjalannya waktu akhirnya Delisa dapat menghafal bacaan shalat itu.
            Tiba Hari H yaitu pada hari Ahad tanggal 26 Desember 2004 Delisa akan menyetor bacaan hafalan shalatnya kepada Bu Guru Nur. Hari itu Delisa ditemani Umminya.  Praktik shalat anak-anak itu sengaja di pindah ke hari Ahad biar keluarga mereka ikut mengantar. Tiba giliran Delisa untuk maju praktik shalat. Gerakan demi gerakan dia lakukan dengan baik. Bacaannya pun juga baik. Saat tiba pada bacaan “Innashalati, wanusuki, wa-mah-ya-ya, wa-ma-ti…” gempa menjalar dengan kekuatan dahsyat. Gelas tempat meletakkan bunga segar di atas meja Bu Guru Nur jatuh. Pecah berserakan di lantai, satu beling menggores lengan Delisa. Menembus bajunya dan membuat lengannya berdarah. Delisa tetap melanjutkan shalatnya karena dia ingat kata Ustadz Rahman, sahabat Rasul bahkan tetap tak bergerak saat shalat ketika punggungnya digigit kalajengking. Delisa ingin untuk pertama kalinya ia shalat dan bisa membaca shalat dengan sempurna, Delisa ingin seperti sahabat Rasul. Delisa ingin seperti itu, khusyuk.
Kemudian Delisa bergetar melanjutkan bacaanya. Saat tiba pada bacaan “Rabba na lakal hamdu” Tubuh Delisa terpelanting. Gelombang tsunami sempurna sudah membungkusnya. Delisa megap-megap. Bu Guru Nur yang saat itu bersama Delisa, berusaha menolong Delisa. Bu Guru Nur menarik kencang-kencang Delisa dan meletakkan Delisa di atas papan. Papan itu mulai tenggelam. Bu Guru Nur tidak sempat berpikir panjang. Ibu Guru Nur melepas kerudungnya yang robek dan mengikat tubuh Delisa yang pingsan di atas papan seerat yang ia bias lakukan. Tubuh Delisa terus terseret jauh gelombang tsunami.
            Setelah bencana tersebut berhasil menyapu seluruh kota Lhok-Ngah, banyak warga yang hilang termasuk seluruh keluarga Delisa. Kak Fatimah, Kak Zahra & Kak Aisyah pun ikut tewas dalam bencana tersebut. Sedangkan Delisa hilang tersapu oleh derasnya ombak tsunami yang datang.
Setelah satu minggu Delisa dikabarkan hilang, tim SAR yang membantu mengevakuasi kota Lhok-Ngah yang bernama Prajurit Smith menemukan Delisa dengan keadaan yang sangat mengenaskan tetapi begitu menakjubkan, tubuh yang bercahaya, lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu. Delisa dibawa ke Kapal Induk John F Kennedy untuk diperiksa. Tak lama Delisa diperiksa oleh Dokter Eliza, Suster Shopi. Satu minggu kemudian Delisa pun sadar dan mengetahui bahwa betis kaki kanannya diamputasi, siku tangan kanannya di gips. Tak hanya itu, Delisa gundul total, luka-luka kecil di kepalanya dijahit. Muka lebamnya di balsam tebal-tebal. Lebih dari dua puluh jahitan di sekujur tubuhnya.
Abi Usman yang mengetahui bencana yang terjadi di Aceh, langsung buru-buru pulang untuk mencari keluarga kecilnya tersebut. Setelah lalu lalang mencari keluarganya, sang tetangga pun memberitahu bahwa kak Fatimah, kak Zahra & kak Aisyah sudah tewas dalam bencana. Abi Usman menangis terisak mendengar kabar buruk itu. Sang tetangga juga memberi tahu bahwa Ummi Salamah dan Delisa hilang ketika tsunami terjadi hari minggu pagi tersebut. Abi Usman masih mempunyai semangat untuk mencari Ummi dan Delisa yang mungkin saja masih hidup pada saat itu.
Beberapa hari Abi Usman mencari Delisa, akhirnya Abi Usman berhasil menemukan Delisa setelah mencari informasi di tenda marinir Kapal Induk kota Lhok Nga. Tanpa pikir panjang, Abi Usman langsung menghampiri Prajurit Smith agar mau mengantarnya ke Kapal Induk itu. Akhirnya Abi Usman diantar dengan helikopter Super Puma. Abi Usman bertemu Delisa dan sangat bersyukur Delisa selamat dari kejadian itu.
Pertemuan itu diawali dengan pelukan. Berguguran sejuta pertanyaan itu. Baik pertanyaan tentang keadaan Ummi, ketiga kakaknya, dan orang-orang sekitar Delisa. Abi Usman menjelaskan bahwa Kak Fatimah, Kak Aisyah, Kak Zahra, Ibu Guru Nur, Tiur (sahabatnya), Ummi Tiur sudah meninggal dunia. Sedangkan Ummi, Abi hanya berkata tidak tahu kepada Delisa.
Enam minggu sesudah gelombang tsunami, Delisa diijinkan pulang. Pagi itu, ia digandeng Abi berjalan patah-patah menuju helikopter Super Puma. Pulang ke rumah. Delisa kemudian melihat rumahnya yang sudah hancur. Kemudian berkeliling di sekitar rumahnya. Untuk sementara waktu, Abi, Delisa, dan warga yang masih selamat tinggal di tenda-tenda yang dibangun marinir. Semua keperluan telah disediakan oleh marinir itu. Hari demi hari, Abi mulai membangun rumah. Warga sekitar pun juga begitu. Lhok Nga sudah hidup kembali.
Beberapa bulan setelah tsunami di Aceh. Sore itu, Kak Ubai (relawan yang di Lhok Nga) mengajak Delisa dan anak-anak lainnya ke salah satu bukit yang banyak terdapat di Lhok Nga, 6 km dari sekolah Delisa menggunkan mobil. Di salah satu lapangan yang terdapat di lereng bukit tersebut, mereka membuat lingkaran besar. Di sanalah tempat mengaji TPA mereka hari itu. Di sana mereka tidak hanya mengaji, tetapi juga menggurat kaligrafi di atas pasir, dan shalat berjamaah. Saat mereka akan pulang, Delisa ingin mencuci kedua tangannya yang kotor oleh pasir ke sungai kecil di dekat lapangan tersebut. Kak Ubai membiarkan saja, meskipun anak-anak lainnya cukup mengibas-ngibaskan tangannya. Dari kejauhan, Delisa melihat kemilauan kuning. Delisa kemudian mendekat ke kemilauan itu. Tak disadari Delisa menemukan mayat Ummi Salamah di seberang sungai. Mayat Ummi Salamah bersandarkan semak belukar yang telah menjadi kerangka dan menggenggam kalung yang Delisa inginkan.
Saat itu, Delisa tersadar bahwa keikhlasanlah yang mampu membuat Delisa mampu menghafal bacaan shalat. Bukan untuk kalung tersebut namun untuk mendoakan Ummi Salamah, kak Fatimah, kak Zahra, dan kak Aisyah di surga.
Kelebihan dari novel ini adalah ceritanya kuat, sederhana, mudah diterima, mudah dipahami karena bahasanya yang tidak berbelit-belit. Novel ini sangat bagus untuk dibaca semua kalangan. Baik anak-anak maupun remaja bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat dalam novel ini memberikan banyak inspirasi bagi para pembacanya. Tiap bait puisi di beberapa kalimatnya menambah poin plus untuk novel ini. Alur cerita yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca untuk selalu ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah ditakdirkan dari Allah SWT.
Manfaat yang bisa diperoleh dari novel ini adalah mengajarkan kepada kita untuk selalu mendirikan shalat mulai sejak dini. Selain itu, mengajarkan agar kita menjadi orang yang tulus, ikhlas, dan melakukannya semata mata karena Allah, bukan karena ingin mendapat imbalan. Selain itu, sesuatu akan mudah kita kerjakan jika kita tulus dan ikhlas mengerjakannya.
Novel ini pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin belajar mengenai keikhlasan serta kesabaran. Tak hanya orang dewasa, buku inipun cocok untuk anak-anak dan para remaja karena plot yang dibuat penulis merupakan plot cerita dunia kanak-kanak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar