Kamis, 21 Januari 2016

Dinamika Pelaksanaan UUD 1945



Dinamika Pelaksanaan UUD 1945

Masa Awal Kemerdekaan (18/8/1945 – 5/7/1959)
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, maka konstitusi yang digunakan adalah UUD 1945. Pada periode ini, bentuk Negara RI adalah kesatuan dengan bentuk pemerintahan republic. System pemerintahan yang diterapkan adalah presidensial sehingga kedudukan presiden sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun sebagai Negara muda yang baru memperoleh kemerdekannya UUD 1945 belum bisa dilaksanakan secara murni dan konsekuen karena bangsa Indonesia masih focus pada upaya untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Landasan yuridis kesatuan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
·         Pembukaan UUD 1945 alinea 4 berbunyi: "... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..." Hal tersebut menunjukkan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia.
·         Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 berbunyi: "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik." Kata 'kesatuan' dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk negara, sedangkan 'republik' menunjukkan bentuk pemerintahan.
Undang-undang dasar 1945 tidak menganut teori pemisahan kekuasaan secara murni seperti yang diajarkan Montesquieu dalam ajaran trias politika. UUD 1945 lebih cenderung menganut prinsip pembagian kekuasaan. Dalam prinsip pembagian kekuasaan antara lembaga yang satu dan yang lainnya masih dimungkinkan adanya kerja sama dalam menjalanan tugas-tugasnya. Menurut UUD 1945, kekuasaan-kekuasaan dalam negara dikelola oleh empat lembaga, yaitu sebagai berikut.
1.      Legislatif, yang dijalankan oleh DPR
2.      Eksekutif, yang dijalankan oleh presiden
3.      Eksaminatif (mengevaluasi), kekuasaan inspektif (mengontrol), atau kekuasaan auditatif (memeriksa), yang dijalankan oleh DPK
4.      Yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.
Pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945 belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan belum terbentuknya lembaga negara seperti yang dikehendaki UUD 1945. Pada kurun waktu tersebut, di Indonesia hanya ada presiden, wakil presiden, menteri-menteri, serta Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Oleh karena itu, sejak 18 Agustus 1945 sampai dengan 16 Oktober 1945 segala kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dijalankan oleh suatu lembaga atau badan, yaitu presiden yang dibantu oleh KNIP.
Pada masa ini pemerintah telah mengeluarkan tiga maklumat yaitu sebagai berikut.
a.      Maklumat Wakil Presiden Nomor X
Maklumat wapres ini dikeluarkan pada tanggal 16 Oktober 1945, yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari presiden sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya 6 bulan). Maklumat ini memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang presiden kepada KNIP. Terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh KNIP dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945.
b.      Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945
Maklumat ini memuat tentang pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya. Ini merupakan akibat dari pemahaman bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multipartai. Namun, maklumat ini juga merupakan upaya agar dunia barat menilai Indonesia sebagai Negara penganut demokrasi.
c.       Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945
Isi maklumat ini intinya mengubah system pemerintahan presidensial menjadi parlementer. Maklumat ini menyalahi ketentuan UUD RI 1945 yang menetapkan system pemerintahan presidensial sebagai sitem pemerintahan Indonesia. Kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan perdana menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer. Dengan demikian, pada periode ini pelaksanaan demokrasi masih ditekankan pada proses pembagian peran dalam kekuasaan dengan adanya pembagian kekuasaan mutlak atau penuh atas Indonesia sehingga kedaulatan rakyat dapat terlaksana.
Ketiga maklumat tersebut memberi perubahan besar terhadap ketatanegaraan Indonesia. Terutama maklumat pemerintah 14 November 1945 karena mulai saat itu, Indonesia menerapkan system pemerintah parlementer. Sehingga presiden hanya berkedudukan sebagai kepala Negara. Sedangkan penyelenggaraan pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Para menteri tidak bertanggungjawab kepada presiden melainkan kepada KNIP.
Pada masa ini terjadi beberapa kali pergantian cabinet. Cabinet-kabinet yang terbentuk mudah dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Cabinet pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir, dilanjutkan cabinet Syahrir II dan III. Setelah cabinet Syahrir II dan III bubar, pemerintah membentuk cabinet presidensial kembali (27 Juni 1947 – 3 Juli 1947). Namun, beberapa partai politik mendesak Presiden Soekarno kembali membentuk cabinet parlementer yaitu sebagai berikut.
a.       Kabinet Amir Syarifudin I (3 Juli 1947 – 11 November 1947)
b.      Kabinet Amir Syarifudin II (11 November 1947 – 29 Januari 1948)
c.       Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949)
d.      Kabinet Darurat, Mr. Syafruddin Prawiranegara (19 Desember 1948 – 13 Juli 1949)
e.       Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949)
Namun, kondisi pemerintahan tidak berjalan stabil karena seringnya cabinet mengalami pergantian serta ancaman Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali.

Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949
Berdasarkan konstitusi tersebut, bentuk Negara kita adalah serikat atau federasi. Ciri yang paling menonjol adalah kedaulatan pemerintah pusat diperoleh setelah Negara-negara bagian menyerahkan sebagian kedaulatannya (kedaulatan ke luar dan sebagian kedaulatan ke dalam). Menurut ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam Konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Pada sistem ini, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) dan apabila pertanggungjawaban tidak diterima oleh DPR, maka kabinet dibubuarkan. Dengan kata lain, kedudukan kabinet bergantung pada parlemen.
Negara RIS terdiri dari daerah Negara dan satuan kenegaraan yang tegak sendiri.
a.    Daerah Negara adalah Negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur.
b.    Satuan kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.

Pada masa konstitusi RIS ini, system pemerintahan yang dianut adalah system pemerintahan parlementer tidak mutlak atau disebut quasi parlementer.
Adapun pokok-pokok system pemerintahan masa konstitusi RIS adalah sebagai berikut.
a.    Presiden dengan kuasa dari perwakilan Negara bagian menunjuk tiga pembentuk cabinet (pasal 74 ayat 1)
b.    Presiden mengangkat salah seorang dari pembentuk cabinet tersebut sebagai perdana menteri (pasal 74 ayat 3)
c.    Presiden juga membentuk cabinet atau dewan menteri sesuai anjuran pembentuk cabinet (pasal 74 ayat 3)
d.   Menteri-menteri (dewan menteri) dalam bersidang dipimpin oleh perdana menteri (pasal 76 ayat 1). Perdana menteri juga melakukan tugas keseharian presiden jika presiden berhalangan.
e.    Presiden bersama menteri merupakan pemerintah. Presiden adalah kepala pemerintahan (pasal 68 ayat 1)

Parlementer RIS terdiri dari dua badan yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari negara bagian yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. negara RIS bukanlah cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia karena itu muncul berbagai reaksi untuk menuntut kembali ke negara kesatuan.
Pada tanggal 8 Maret 1950, dikeluarkan Undang Undang Darurat Nomor 11 tahun 1950 yang isinya mengatur tentang tata cara perubahan susunan kenegaraan negara RIS. Maka dengan dikeluarkan undang-undang ini, hampir semua negara RIS menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia yang berpusat di Jogjakarta. Sehingga akhirnya negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatra Timur.
Kemudian pada tanggal 19 Mei 1950 dicapai sebuah kesepakatan untuk kembali ke negaraa kesatuan dengan menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku yaitu konstitusi RIS dan juga UUD 1945 yang menghasilkan UUDS 1950. Pada tanggal 15 Agustus 1950, ditetapkan UUDS yang merupakan perubahan dari konstitusi RIS. Mengenai perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS tertuang dalam UU No 7 tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara RI menjadi UUDS RI. UUD ini lebih dikenal dengan UUDS 1950. Dengan demikian, Indonesia pun menjalankan pemerintahan yang baru.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri pokok, yaitu :
·         Perdana menteri bersama para menteri, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen
·         Pembentukan kabinet didasarkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam parlemen
·         Para anggota kabinet seluruhnya atau sebagian mencerminkan kekuatan yang ada dalam parlemen
·         Kabinet dapat dijatuhkan setiap saat oleh parlemen dan sebaliknya kepala negara dengan saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum
·         Masa jabatan kabinet tidak dapat ditentukan dengan pasti
·         Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu-gugat atau diminta pertanggungjawanan atas jalannya pemerintahan.

Sejarah sistem pemerintahan parlementer di Indonesia, telah dimulai sejak periode berlakunya UUDS 1045 yang pertama. Tepatnya sejak dikeluarkan maklumat pemerintah pada 14 November 1945. Akibatnya, kekuasaan pemerintahan bergerser dari tangan presiden kepada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Setiap undang-undang yang dikeluarkan harus terdapat tanda tangan menteri (contra seign menteri) sehingga presiden tidak dapat diganggu-gugat. Oleh karena itu, yang bertanggung jawab dalam penetapan suatu undang-undang adalah para menteri, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan konstitusi RIS 1949, dapat disimpulkan bahwa konstitusi ini dipengaruhi oleh Monstiquieu. Namun, tidak menganut teori tersebut secara murni. Selain itu, kekuasaan negara bukan hanya terbagi dalam tiga kekuasaan/lembaga, tetapi terbagi dalam enam lembaga negara. Keenam lembaga negarar (alat-alat perlengkapan federal RIS), yaitu:
1.      Presiden
2.      Menteri
3.      Senat
4.      dewan perwakilan rakyat
5.      mahkamah agung Indonesia
6.      dewan pengawas keuangan.

Dikarenakan dengan bentuk negara federasi, maka pelaksanaan demokrasi tiap negara bagian tidak sama. Apabila pada masa itu kesenjangan antar pulau Jawa dengan pulau-pulau lain di Indonesia masih jauh. Dengan kata lain, pelaksanaan demokrasi masih mengandalkan partisipasi politik di tiap negara bagian yang berbeda-beda.
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya sama dengan realitanya yakni demokrasi liberal dan parlementer.

Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959)
Meskipun ditetapkan tanggal 15 Agustus 1960, UUDS 1950 ini mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950. System pemerintahan di Indonesia pun mengalami perubahan. System pemerintahan yang dijalankan adalah system parlementer, dengan bentuk negara kembali ke kesatuan. Hal tersebut ditegaskan  dalam pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 yang berbunyi, "Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan." Bentuk negara kesatuan merupakan kehendak rakyat Indonesia. Selain itu, pada bagian Mukadimah UUDS 1950 disebutkan "Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik kesatuan...". Kabinet dipimpin oleh perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen.
Pokok-pokok system pemerintahan masa UUDS 1950 adalah sebagai berikut.
a.    Presiden berkedudukan sebagai kepala negaraa yang dibantu oleh seorang wakil presiden (pasal 45 ayat 1 dan 2).
b.    Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat (pasal 83 ayat 1).
c.    Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang sebagai pembentuk kabinett (pasal 51 ayat 1 dan 2)
d.   Perdana menteri memimpin kabinett (dewan menteri).
e.    Presiden berhak membubarkan DPR (pasal 84 ayat 1).

Penyelenggaraan pemerintahan pada periode ini mengalami pergantian kabinett beberapa kali yaitu sebagai berikut.
Ø  Kabinet Natsir (6 September 1950 s.d. 27 April 1951). Kabinet ini merupakan kabinet pertama yang memerintah pada masa Demokrasi Liberal.
Ø  Kabinet Soekiman-Soewiryo (27 April 1951 s.d. 3 April 1952). Kabinet ini dipimpin oleh Soekiman-Soewiryo dan merupakan kabinet koalisi Masyumi dan PNI.
Ø  Kabinet Wilopo (3 April 1952 s.d. 30 Juli 1953). Kabinet ini merintis sistem Zaken Kabinet. Artinya, bahwa kabinet yang dibentuk terdiri atas para ahli dalam bidangnya masing-masing.
Ø  Kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953 s.d. 12 Agustus 1955). Kabinet ini merupakan kabinet terakhir sebelum pemilihan umum. Kabinet ini didukung oleh PNI-NU.
Ø  Kabinet Burhanuddin Harahap dari masyumi (12 Agustus 1955 s.d. 24 Maret 1956). Pada masa ini diselenggarakan pemilu dengan diikuti 28 partai politik. Pemilu tahap pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen dan tahap kedua pada tanggal 15 Desember untuk memilih anggota konstituante.
Ø  Kabinet Ali Sostroamidjojo II (24 Maret 1956 s.d. 9 April 1957). Kabinet ini berkoalisi dengan PNI, Masyumi, dan NU.
Ø  Kabinet Djuanda (9 April 1957 s.d. 10 Juli 1959). Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet.

Pada waktu itu terdapat dewan konstituante yang bertugas membuat UUD baru untuk mengganti UUDS 1950. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 134 UUDS 1950 yang menyatakan bahwa dewan konstituante bersama-sama dengan pemerintah secepat-cepatnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini.
Dewan konstituante mulai bersidang pada tahun 1955. Namun dalam waktu dua tahun, dewan konstituante belum bisa menghasilkan undang-undang dasar yang baru. Melalui Perdana Menteri Djuanda, pemerintah mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Namun, dalam menanggapai usul ini, dewan konstituante mengalami perbedaan pendapat. Kelompok pertama menerima kembali UUD 1945 secara utuh sebagaimana yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan kelompok kedua menerima UUD 1945 dengan amandemen, yaitu memasukkan sila kesatu Pancasila sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Kemudian untuk mengetahui diterima atau tidaknya usul untuk kembali ke UUD 1945 maka diselenggarakan pemungutan suara yang dilaksanakan secara berturut-turut pada hari Sabtu 30 Mei 1959, Senin 1 Juni 1959, dan Selasa 2 Juni 1959.
Namun, pemungutan suara tersebut tidak berhasil mendapat dukungan suara yang diperlukan (minimal 2/3 jumlah anggota). Walaupun sebenarnya jumlah suara yang masuk lebih banyak menyetujui untuk kembali pada UUD 1945. Dewan konstituante pun dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya.
Untuk menghindari krisis pemerintahan, akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan presiden yang dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Menetapkan pembubaran dewan konstituante.
b.      Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c.       Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Masa berlakunya UUDS 1950 seperti juga masa-masa sebelumnya seringkali diisi dengan jatuh bangunnya kabinet sehingga pemerintahan tidak stabil. Faktor yang menyebabkan fenomena tersebut adalah hal-hal berikut ini:
·         adanya sistem pemerintahan parlementer yang disertai sistem multipartai
·         perjuangan partai-partai politik hanya untuk kepentingan golongan atau partainya
·         pelaksanaan sistem demokrasi yang tidak sehat;

Sesuai dengan sistem parlementer yang dianut oleh UUDS 1950, kekuasaan pemerintah negara (eksekutif) dilakukan sepenuhnya oleh dewan menteri sehingga kebijaksanaan pemerintah dipertanggungjawabkan oleh dewan menteri kepada DPR. Kekuasaan perundang-undangan (legislatif) dilakukan oleh pemerintah bersama DPR, kecuali dalam perubahan undang-undang dasar. DPR memiliki hak untuk mengajukan rancangan undang-undang. Selama masa berlakunya UUDS 1950, hak tersebut pernah digunakan oleh DPR sebanyak delapan kali. Dengan demikian, pemerintah (presiden dan menter) dan DPR harus bekerja sama di bidang legislatif karena setiap undang-undang harus memperoleh persetujuan DPR dan pengesahan pemerintah.
Bidang yudikatif sepenuhnya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Menurut pasal 105 ayat 1 dan 2 UUDS 1950 Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi yang bertugas melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan-pengadilan lain berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Di samping itu, Mahkamah Agung dapat memberi nasihat kepada presiden berkenaan dengan pemberian grasi atas hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
Kedaulatan rakyat disalurkan melalui sistem multipartai. Oleh sebab itu, stabilitas negara sukar dicapai karena parlemen dapat menjatuhkan kabnet jika partai oposisi dalam parlemen kuat. Akibatnya, kabinet tidak berumur panjang dan banyak program terbengkalai sehingga menimbulkan banyak masalah di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya sama dengan realitanya yakni demokrasi liberal dan demokrasi parlementer.

Masa Orde Lama (5/7/1959 – 11/3/1966)
Periode Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959 s.d. 1966)
Pada masa ini Indonesia memasuki periode demokrasi terpimpin. System pemerintahan yang diterapkan adalah presidensial. Presiden Soekarno menjabat kepala negaraa sekaligus kepala pemerintahan.
Kabinett yang dibentuk pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinett Kerja yang terdiri dari:
a.       Kabinet inti, yang terdiri dari seorang perdana menteri yang dijabat oleh presiden dan 10 orang menteri.
b.      Menteri-menteri ex officio ,yaitu pejabat-pejabat Negara yang karena jabatannya diangkat menjadi menteri. Pejabat tersebut adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, Udara, Kepolisian Negara, Jaksa Agung, Ketua Dewan Perancang Nasional, dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.
c.       Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.

Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 disambut baik oleh rakyat yang didukung oleh TNI AD. Serta dibenarkan oleh Mahkamah Agung dan DPR yang bersedia bekerja terus dalam rangka menegakkan UUD 1945. Menurut UUD 1945, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Pada periode ini, pemerintah Indonesia menganut sistem Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin tersebut sesuai dengan sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan. Namun, presiden menafsirkan terpimpin dalam arti "pimpinan terletak di tangan pemimpin besar revolusi". Selain itu, terdapat beberapa penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Demokrasi Terpimpin, antara lain sebagai berikut:
-          Pidato presiden yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan sebagai GBHN tetap. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.
-          Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin cenderung mengarah pada sentralisasi kekuasaan pada diri presiden dengan wewenang yang melebihi ketentuan UUD 1945 yaitu mengeluarkan produk hokum setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden (penpres), misalnya pembentukan MPRS dengan Penpres No. 2/1959, DPAS dengan Penpres No. 3/1959.
-          Keluarnya Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup dan banyaknya jabatan yang rangkap.
-          Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955 pada tahun 1960 karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, kemudian tanpa melalui pemilu lebih dahulu, dibentuklah DPR-GR.
-          Pimpinan lembaga tertinggi (MPRS) dan lembaga tinggi Negara (DPR) dijadikan menteri Negara yang artinya sebagai pembantu presiden.
-          Menafsirkan Pancasila terpisah-pisah, tidak dalam kesatuan bulat dan utuh.
-          Konsep Pancasila bergeser menjadi konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis).
-          Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif yang cenderung memihak komunis.
-          Manipol USDEK (Manifesto Politik, UUD, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) dijadikan GBHN tahun 1960. USDEK dibuat oleh presiden, sedangkan GBHN harus dibuat oleh MPR.
Pada masa ini terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI) yang menyebabkan kekacauan. Rakyat pun menyerukan tuntutan kepada pemerintah untuk membubarkan PKI yang lebih dikenal dengan tritura (tiga tuntutan rakyat).
Adapun isi tritura adalah sebagai berikut.
a.       Bubarkan PKI.
b.      Bersihkan kabinett dari unsur-unsur PKI.
c.       Turunkan harga.
Untuk mengatasi keadaan tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Jenderal Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966 yang lebih dikenal dengan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya merupakan demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi tidak langsung. Tapi pada realitanya digunakan demokrasi terpimpin.

Masa Orde Baru (11/3/1966 – 21/5/1998)
Sebagai pemegang Supersemar, Soeharto memegang kepemimpinan sejak 1966, namun beliau secara resmi menjalankan pemerintahan sejak diangkat menjadi presiden oleh MPRS tahun 1968. Masa pemerintahan Soeharto ini disebut masa Orde Baru, sedangkan pemerintahan sebelumnya disebut masa Orde Lama.
Pemerintah orde baru memprioritaskan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Untuk mewujudkan pembangunan nasional, maka stabilitas ekonomi harus terjaga, sedangkan untuk mewujudkan stabilitas ekonomi, stabilitas keamanan harus dijaga. Jadi, ketiga hal tersebut terkait satu sama lain.
Orde Baru berhasil menjalankan pemerintahan melalui mekanisme kenegaraan yang lebih dikenal dengan Mekanisme Kepemimpinan Nasional Lima Tahun yaitu sebagai berikut.
a.    Dilaksanakan pemilu untuk mengisi keanggotaan MPR, memilih anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II.
b.    MPR terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta golongan yang ditetapkan presiden. MPR bersidang untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta menetapkan GBHN untuk 5 tahun.
c.    Presiden membentuk kabinett (menteri-menteri). Kabinett bertanggungjawab kepada presiden.
d.   Presiden adalah mandataris MPR. Presiden bertanggungjawab kepada MPR. Presiden menyampaikan laporan pertanggungjawaban tiap akhir kepemimpinan kepada MPR.
e.    DPR mengawasi jalannya pemerintahan. Bersama dengan presdien, DPR membentuk undang-undang.
Sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung dalam batang tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, yaitu sebagai berikut:
1.      Negara Indonesia ialah negara yang berdasar atas hokum
2.      sistem konstitusional
3.      kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR
4.      presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis
5.      presiden tidak bertanggung jawab pada DPR
6.      menteri negara ialah yang membantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR
7.      kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Masa kepemimpinan Orde Baru merupakan masa kepemimpinan nasional yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen serta bertujuan menegakkan keadilan dan kebenaran dalam negara Republik Indonesia. Supersemar dan pelaksanaannya ternyata memperoleh dukungan rakyat dan aparatur negara sehingga merupakan titik tolak terwujudnya tata kehidupan baru dalam struktur ketatanegaraan yang berdasarkan kemurnian Pancasila dan UUD 1945.
Namun di saat kepemimpinan orde baru bertekad melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, terjadi ketidakpuasan masyarakat akibat kepemimpinan yang bersifat sentralistik dan tidak memperhatikan kepentingan, kemakmuran, dan kesejahteraan penduduknya.
Meskipun pemerintahan dijalankan sesuai UUD 1945, masih terjadi banyak penyimpangan. Misalnya proses penyelenggaraan pemerintahan yang serba tertutup tanpa adanya akses rakyat untuk mengetahuinya, hingga tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang justru dilakukan oleh pejabat pemerintah.
Berikut ini berbagai penyebab penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan orde baru:
·         Bidang ekonomi
Pelaksanaan perekonomian, cenderung monopolistik. Artinya, kelompok tertentu yang dekat dengan elit kekuasaan mendapat prioritas khusus yang mengakibatkan kesenjangan sosial.
·         Bidang politik
Mekanisme hubungan pusat dan daerah cenderung menganut sentralistik kekuasaan. Keadaan ini menghambat pemerataan hasil pembangunan dan pelaksaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.
·         Bidang hokum
Hukum tidak berlaku di kalangan atas.
Adanya berbagai penyimpangan tersebut menimbulkan protes keras dari berbagai kalangan masyarakat. Berbagai demonstrasi sering dilakukan yang pada puncakya pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Jabatan presiden pun diserahkan kepada Wakil Presiden B.J. Habibie, kemudian dibentuklah cabinet baru yang dinamakan Kabinett Reformasi Pembangunan. Dapat dikatakan bahwa tahun 1998 adalah tonggak pemerintahan reformasi.
Demokrsai yang digunakan dalam hukum dasarnya adalah demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi tidak langsung. Sementara pada realitanya digunakan demokrasi pancasila saja.

Masa Reformasi (12/5/1998 – sekarang)
Orde Baru memegang pemerintahan selama 32 tahun. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri maka digantikan dengan era Reformasi di mana reformasi dijadikan gerbang perubahan untuk menuju kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik. Pada era ini, rakyat mempunyai berbagai macam tuntutan di antaranya sebagai berikut.
a.       Amandemen UUD RI 1945.
b.      Penghapusan doktrin dwifungsi ABRI.
c.       Penegakan supremasi hokum, penghormatan HAM, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
d.      Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.
e.       Mewujudkan kebebasan pers.
f.       Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Untuk memenuhi tuntutan rakyat dilaksanakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal 10-13 November 1998. Dan seperti yang diamanatkan dalam siding tersebut, dihasilkan produk-produk hokum sebagai berikut.
a.       UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik.
b.      UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu.
c.       UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
d.      UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
e.       UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
f.       UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Selain itu, dilaksanaan pemilu 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik, dimenangkan oleh PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. Dalam sidang umum MPR RI bulan Oktober 1999, terpilih ketua MPR RI periode 1999-2004 yaitu Ir. Akbar Tanjung. Pemilihan tersebut dilakukan secara voting. Kemudian pada tanggal 1-4 Oktober dan 14-21 Oktober 1999 diselenggarakan Sidang Umum MPR yang menghasilkan pemerintahan baru yaitu Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.
Pada 20 Oktober 1999, diadakan penyelenggaraan pemilihan presiden RI yang calonnya adalah K.H. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pemilihan dilakukan dengan cara voting dan hasilnya, K.H. Abdurrahman Wahid memperoleh 373 suara, Megawati Soekarnoputri memperoleh 313 suara. Dengan demikian, presiden yang terpilih adalah K.H.Abdurrahman Wahid, yang dilantik pada 20 Oktober 1999.
Pada 21 Oktober 1999, diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI. Calonnya adalah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan juga dilakukan dengan voting. Hasilnya, Megawati Soekarnoputri memperoleh 396 suara, sementara Hamzah Haz memperoleh 282 suara. Dengan demikian, wakil presiden RI periode 1999-2004 ialah Megawati Soekarnoputri yang dilantik tanggal 21 Oktober 1999. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati Soekarnoputi dengan wakilnya Hamzah Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan yang dipimpin olehnya.
Pada masa pemerintahan ini, kabinett yang terbentuk diberi nama Kabinett Persatuan Nasional. Selama menjalankan roda pemerintahan, pemerintah pun sering mendapat kritik dari masyarakat, bahkan dari para elite politik sekalipun, berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Akhirnya pada tanggal 23 Juli 2001, MPR mengadakan Sidang Istimewa. Hasil dari siding tersebut adalah mandate Presiden Abdurrahman Wahid dicabut, dan melalui Tap. MPR No. III/MPR/2001, Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri diangkat menjadi presiden RI kelima. Pemilihan untuk wakil presiden pun dilakukan dan terpilihlah Hamzah Haz.
Pada masa ini dibentuklah kabinett yang dinamakan cabinet Gotong Royong. Seperti halnya masa pemerintahan sebelum-sebelumnya, pada masa pemerintahan kali ini pun tak jarang menuai kritik dan protes dari berbagai kalangan. Namun, pemerintahan telah berhasil menyelenggarakan pemilu demokratis pada tahun 2004. Pemilu ini memilih presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua. Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2004-2009. Kemudian dilakukan pemilu tahun 2009 dengan sistem yang sama, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang akhirnya terpilih pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2009-2014.
Di masa reformasi ini, kebebasan masyarakat dalam menggunakan haknya lebih terbuka dan meluas. Pengawasan terhadap pemerintah semakin dalam dilakukan oleh masyarakat. Demokrasi ini tidak hanya menjadi identitas tetapi diupayakan untuk diaplikasikan secara total, masyarakat lebih kritis dan terbuka.
Demokrasi yang digunakan berdasarkan hukum dasar sama dengan realitanya yakni dibagi menjadi dua:
·         Sebelum diamandemen : demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi tidak langsung.
·         Setelah diamandemen : demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi langsung.
Sumber :
Brenda. 2012. 365 Days of Hope  Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia.htm .12/12/2014 9:28
Rahmawati, Noviana. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA.
          Klaten : Viva Pakarindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar